Rabu, 09 Juli 2008

BAHASA JURNALISTIK

BAHASA JURNALISTIK

Oleh Rahman Sabon Nama
Disampaikan pada ‘In House Training” untuk wartawan Fajar Bali
Denpasar, 7 Juni 2008.

Pengantar

Seorang wartawan atau jurnalis, sebenarnya adalah seorang pembual, karena melalui bahasa tulisannya, dia bisa memberikan informasi yang membuat pembaca berdecak kagum, bisa membangkitkan emosi pembaca sehingga meneteskan air mata atau malah menyulut amarah pembaca atas apa yang sedang dibacanya sehingga dapat bertindak anarkis. Tentu, apa yang disampaikan berdasarkan fakta yang diperoleh wartawan. Sebaliknya, seorang wartawan akan menjadi sasaran premanisme atau dicap sebagai wartawan brengsek jika apa yang ditulisnya tidak sesuai fakta, mencampuradukkan antara opini pribadi dengan fakta, atau tak bisa menahan diri dengan menurunkan berita bersifat sensitif yang bernuansa SARA.
Di sinilah kemampuan seorang wartawan sangat dituntut agar mampu membahasakan apa yang ketahuinya ke dalam media massa (cetak) secara transparan dan berimbang. Pengalaman beberapa pemilik media cetak menunjukkan, selama ini kesulitan yang paling besar dihadapi seorang wartawan senior sekalipun adalah soal bahasa. Karenanya, dalam merekrut wartawan, kemampuan berbahasa Indonesia kini menempati bobot teratas, setelah kemampuan akademis sesuai bidang ilmunya.
Selain tuntutan dasar tadi, agar sebuah berita menjadi enak dibaca, maka seorang wartawan harus pandai memilih kata (diksi) lalu meramu kata dalam bahasa yang mudah dimengerti, dengan berprinsip ekonomi kata, menggunakan bahasa denotatif dan bukan konotatif.

A. Rumus penulisan berita: 5W + 1H

1. What : Apa yang terjadi, misalnya kecelakaan lalu lintas.
2. Where: Di mana kejadiannya: tempat, jalan, kota, desa.
3. When: Kapan peristiwa itu terjadi: hari, tanggal, jam.
4. Why : Mengapa hal itu bisa terjadi: apakah karena pengendara kurang hati-hati atau dalam kondisi mabuk misalnya, gambarkan situasi pada saat itu (sepi, ramai, jalan menikung dan sebagainya).
5. Who : Siapa-siapa yang terlibat dalam peristiwa itu.
6. How : Bagaimana uraian kejadiannya: kronologis kejadian, akibat kejadian misalnya korban tewas, luka berat dan kondisi kendaraan masing-masing. Tanyakan saksi mata atau keterangan petugas yang ada di tempat kejadian perkara (TKP), atau petugas lain yang berkompeten.

Contoh Berita:
Bintang Sepak Bola Argentina Kecelakaan di Bali
Hanya Beberapa Saat Setelah Mendarat dengan Pesawat Pribadi >> Sub Judul

DENPASAR-Fajar Bali
Apes benar nasib Diego Maradona (45) saat berlibur di Bali. Legenda hidup sepak bola dunia asal Argentina itu harus kehilangan kaki kirinya setelah mengalami kecelakaan lalu lintas di Jalan By Pass Ngurah, tepatnya di pintu gerbang (gapura) kawasan wisata Nusa Dua, Kamis (8/11) kemarin, sekitar pukul 15.30 Wita. Kejadian naas itu hanya berselang beberapa menit setelah Maradona yang ditemani istrinya, Claudia, mendarat mulus di Bandara Ngurah Rai, Tuban, Kuta, dengan pesawat pribadinya. Akibat kecelakaan itu, kaki kiri Maradona remuk, sementara istrinya, Claudia, dan sang supir Made Astawa, dilaporkan dalam keadaan selamat.
I Gusti Ngurah Adnyana, seorang saksi mata di tempat kejadian perkara (TKP) menuturkan, persitiwa maut itu berawal dari kedatangan mobil Jaguar warna hitam dari arah utara dalam kecepatan tinggi. “Dari belakangnya, melaju kencang beberapa sepeda motor, terlihat ada beberapa orang yang dibonceng membidikan camera ke arah mobil Jaguar tadi. Tiba di TKP, ada polisi tidur, sehingga mobil terlihat melayang dan oleng ke kanan. Rupanya, supir kaget dan tak bisa menguasai kendaraannya. Pada saat bersamaan, dari arah berlawanan melaju sebuah taksi dengan kecepatan sedang. Kecelakaan tak bisa dihindari. Tabrakan mautpun terjadi,” kata saksi mata, yang tak lain adalah seorang security yang bertugas di gapura Nusa Dua itu. “Jadi, sebenarnya, mobil Jaguar yang menabrak taksi,” tegasnya.
Adnyana mengisahkan, akibat kerasnya tabrakan, mobil Jaguar ringsek. Seorang penumpang yang duduk di sebelah kanan mengalami luka berat dan sulit dikeluarkan dari mobil. Sementara wanita yang duduk di sampingnya selamat. “Anehnya, supir Jaguar dan supir taksi juga tak mengalami apa-apa,” kata Adnyana, heran.
Ketika diberitahu Fajar Bali bahwa penumpang yang luka berat itu adalah legenda sepak bola Maradona, Adnyana kaget bukan kepalang. “Masak tadi Maradoan?,” ujarnya seperti tak percaya.
Dari RSUP Sanglah dilaporkan, mengutip keterangan dokter yang menangani Maradona, kaki kirinya tak bisa perbaiki (dioperasi) karena kondisinya sangat para. “Satu-satunya jalan, ya, amputasi (dipotong-Red),” kata dr. Bagus Susila, salah seorang tim dokter yang menanganinya.
Kecelakaan maut yang nyaris merenggut nyawa Maradona ini tentu saja menjadi berita heboh, tidak hanya di RSUP Sanglah, tetapi juga aparat kepolisian. Selang sejam setelah Maradona tiba di Wing Internasional, RSUP Sanglah, Kapolda Bali Irjen Pol. Drs. Paulus Purwoko bersama Kadit Lantas Polda Bali Kombes Anton Setiabudi, Kabid Humas Polda Bali Kombes AS Reniban, SMIK, dan Kapoltabes Denpasar Kombes Yovianes tiba di Wing Internasional untuk membesuk Maradona.
Kepada pers, Paulus Purwoko mengatakan, setelah dilakukan oleh TKP dan memeriksa saksi supir mobil Jaguar, istri Maradona, supir taksi, dan saksi mata, diperoleh gambaran bahwa peristiwa tabrakan ini murni kecelakaan. “Supirnya tidak bisa mengendalikan kendaaraannya saat memasuki pintu gerbang Nusa Dua. Karena dikejar-kejar wartawan yang ingin memotret, Maradona memerintahkan supir untuk melaju mobil dengan kecepatan tinggi,” bebernya.
Mengenai kondisi mobil Maradona dan taksi, Kapolda mengatakan bagian kanan mobil Jaguar rusak berat, begitu juga bagian depan taxi. “Kedua mobil itu sudah kita amankan di Mapolda sebagai barang bukti,” katanya.***

Inti Berita.
Inti dari berita di atas adalah: Maradona mengalami kecelakaan lalulintas yang mengakibatkan kaki kirinya hilang hanya beberapa saat setelah mendarat di Bali untuk berlibur

Perhatikan rumus di atas
What : Ada peristiwa kecelakaan lalu lintas antara mobil Jaguar dan taksi.
When : Kamis, 8 November 2007, tetapi dalam berita cukup ditulis (8/11). Kejadiannya sekitar pukul 15.30 Wita.
Where : Di pintu gerbang kawasan wisata Nusa Dua
Who : Maradona (karena public figure se-jagad sehingga harus ditonjolkan), istri Maradona, Claudia, Made Astawa (supir Jaguar), dan supir taksi.
Why : Supir kaget. Mobil Jaguar oleng ke kanan dan tak biasa dikendaliakn sipir sehingga menbarak taksi yang dating dari arah berlawanan.
How : Karena dikejar wartawan (fotografer) untuk memotretnya, Mardaona memerintahkan supirnya melaju kendaraannya dalam kecepatan tinggi. Begitu memasuki kawasan Nusa Dua, ada tanjakan buatan alias polisi tidur, sehingga mobil melayang dan oleh ke kanan. Akibatnya, kaki kiri Maradona dan akan diamputasi.

Informasi Pelengkap
Informasi tambahan yang membuat berita Maradona lebih menarik lagi dan lengkap karena ada keterangan dari saksi mata yang melihat kejadiannya, dokter RSUP Sanglah yang menangani Maradona, maupun Kapolda Bali. Dalam kasus kecelakaan lalu lintas, biasanya tingkatan polisi yang paling tinggi memberikan keterangan adalah Kasat Lantas Polres atau Poltabes. Dalam contoh ini sengaja ditulis Kapolda Bali yang memberikan keterangan mengingat Maradona adalah public figure dunia.
Teknik Menulis Berita
Dengan mengacu kepada rumus 5 W + 1 H tadi, maka seharusnya untuk menulis berita adalah perkara gampang, namun bagi wartawan pemula masih mendapat kendala teknis memulainya. Tetapi untuk gampangnya, ikutilah angkah-langkah berikut:
1. Tulis apa adanya sampai semua yang ada di kepala dituangkan dalam bentuk tulisan, jangan berhenti di tengah jalan.
2. Periksa kembali dari awal hingga akhir, apakah unsur-unsur 5 W + 1 H sudah terpenuhi.
3. Kalau formula itu sudah terpenuhi, periksa kembali naskah tersebut untuk mencari di mana inti beritanya, apakah di atas (piramida terbalik), di tengah (sistim drop caps) atau inti beritanya di alinea terakhir (sistim piramida).
Sistim Piramdia terbalik adalah sistim penulisan berita dengan menempatkan inti berita pada alinea pertama, semakin ke bawah semakin tidak penting, sehingga memudahkan redaktur untuk membuang informasi yang kurang relevan.
Sistim drop caps adalah menempatkan inti berita pada alinea di tengah suatu berita, sehingga alinea awal atau akhir hanya melengkapi saja.
Sistim piramida. Pola ini kebalikan dari Piramida Terbalik di atas, yakni penulisan suatu berita dengan menempatkan inti berita pada aline akhir, sedangkan semakin ke atas hanyalah bumbu penyedap untuk menggiring pembaca agar membaca hingga akhir.
Sistim ini umumnya digunakan untuk memancing orang agar penasaran sehingga berkeinginan untuk membaca berita tersebut sampai akhir. Contoh, biasanya untuk berita tentang latihan perang, latihan penaggulangan terorisme, simulasi penanganan bencana alam, atau simulasi pertolongan penumpang pada kecelakaan pesawat terbang. Sebab, berita semacam itu kalau intinya ditempatkan pada awal alinea, maka pembaca akan bergumam, “ oh… hanya sekadar latihan!”
Nah, kalau seorang wartawan atau redaktur mampu meramu berita semacam itu sehingga sanggup menggiring pembaca hingga akhir kalimat, pastilah pembaca akan berkata begini: Sialan… kita tertipu, hanya sekadar latihan.
4. Langkah terakhir adalah memeriksa seluruh naskah berita secara saksama, apakah sudah menggunakan prinsip ekonomi kata, tidak keluar dari Ejaan Yang Disempurnahkan (EYD) maupun struktur kalimatnya. Prinsip ekonomi kata adalah menghindari kata yang sama dalam satu alinea atau menghilangkan kata yang tak perlu.


B-Bahasa Jurnalistik
‘Tak Sudi Disalahi”, Itulah judul sampul majalah GATRA terbitan pertengahan tahun 2006 melengkapi foto close up Menteri Negara/Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi di halaman depan majalah tersebut. Laporan utama GATRA menyingkap dugaan mark up renovasi gedung Kedubes RI di Seoul, Korea Selatan. Sudi Silalahi yang bertanggungjawab atas proyek itu disebut-sebut ikut bermain. Namun, seperti umumnya para pejabat kita, Sudi tak mau disalahi. Itulah yang mengilhami tim kreatif GATRA mendisain sampul dengan memasukan kalimat sangat menarik yang merupakan pelesetan dari nama Sudi Silalahi sendiri.
Jadi, judulnya saja sudah bagus, apalagi isinya. Inilah yang membangkitkan rasa ingin tahu pembaca dan dengan begitu tak bosan melahap sebuah tulisan yang panjangnya mencapai 10.000 karakter atau seluas halaman surat kabar atau setebal sebuah majalah. Karena tulisannya ‘Enak Dibaca dan Perlu’ seperti motto majalah TEMPO.
Dalam bahasa jurnalistik, judul memegang peranan yang sangat penting, karena judul yang tepat akan membangkitkan keingintahuan seseorang untuk mebaca isi beritanya. Karenanya, pemilihan kata (diksi) untuk sebuah judul sangatlah menentukan dalam bahasa jurnaslistik. Sebuah berita yang heboh atau bagus sekalipun, tidak akan pernah diketahui orang lain-karena tidak pernah dibaca-jika judulnya tidak menarik.
Meski begitu, untuk berita-berita tentang kesusilaan dan kekerasan terhadap anak-anak, sedapat mungkin judul maupun isi beritanya menghindari pelecehan terhadap harkat dan martabat wanita. Begitu juga judul maupun berita tentang anak di bawah umur, tidak boleh menimbulkan trauma bagi si anak. Untuk berita-berita demikian, nama dan alamat korban (wanita dan anak-anak) wajib hukumnya untuk dirahasiakan.
Lalu apakah ada bahasa jurnaslitik? Ya jelas ada dong? Menurut Rosihan Anwar, wartawan empat zaman, bahasa jurnaslistik adalah satu ragam bahasa yang digunakan wartawan yang memiliki sifat-sifat khas: singkat, padat, sederhana, lancar, jelas, lugas, dan menarik.
TD Asmadi, wartawan senior KOMPAS, mengatakan, bahasa jurnalistik berada di tengah antara bahasa ilmu dan bahasa sastra. Bahasa ilmu biasaya penuh fakta, kering dan tidak bergaya. Bahasa jurnalistik tetaplah harus bersandar pada fakta, tetapi harus ada gayanya.
Bahasa jurnaslitik ditulis dengan mempertimbangkan ruang dan waktu, karena itu unsur kehematan dan efektivitas sangat penting. Tidak mungkin kita menulis untuk media massa semau kita dengan tidak memperhitungkan ruang dan waktu yang tersedia (deadline). Bahasa jurnalistik juga perlu mempertimbangkan pasar (pembaca).
Asmadi memberi ciri-ciri bahasa jurnalistik haruslah singkat, padat, sederhana, lugas, menarik.
Singkat artinya menghindari penjelasan yang panjang dan bertele-tele. Padat artinya bahasa jurnalistik yang singkat itu tetapi mampu menyampaikan informasi yang lengkap. Semua yang diperlukan pembaca sudah tertampung didalamnya. Menerapkan prinsip 5 W + 1 H, membuang kata-kata mubazir dan menerapkan ekonomi kata. Sederhana artinya bahasa pers sedapat-dapatnya memilih kalimat tunggal dan sederhana, bukan kalimat majemuk yang panjang, rumit, dan kompleks. Lugas artinya bahasa pers mampu menyampaikan pengertian atau makna informasi secara langsung dengan menghindari bahasa yang berbunga-bunga. Menarik artinya dengan menggunakan pilihan kata (diksi) yang masih hidup, dan berkembang. Menghindari kata-kata yang sudah mati. Jelas, artinya informasi yang disampaikan dengan mudah dapat dipahami oleh khalayak umum (pembaca). Struktur kalimatnya tidak menimbulkan penyimpangan atau pengertian makna yang berbeda, menghindari ungkapan bersayap atau bermakna ganda (ambigu). Oleh karena itu, seyogyanya bahasa jurnalistik menggunakan kata-kata denotatif, bukan konotatif.

C-Kesalahan Umum yang Sering Dijumpai
Seorang wartawan atau jurnalis karena profesinya begitu, maka seharusnya tidak boleh membuat kesalahan-kesalahan yang tak perlu ketika membuat berita. Umumnya, kesalahan yang ditemui berkutat pada:
1. Penggunaan EYD (Ejaan Yang Disempurnahkan)
2. Penggunaan tanda baca (punctuasi)
3. Penggunaan huruf capital
4. Penggunaan kata-kata tak baku
5. Kurang memahami gramatikal
6. Kurang memahami istilah umum atau istilah khusus sesuai bidang tugasnya, di mana dia di-pos-kan.

SARAN
Seorang wartawan harus melengkapi diri dengan KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), Kamus Bahasa Inggris, Kamus Populer, atau istilah medis, farmasi, pertanian, teknik, dan lain-lain sesuai pos-nya.

Kebiasaan yang Salah
Selain itu, juga dijumpai seorang wartawan mempunyai kebiasaan yang salah tanpa disadarinya, antara lain:
1. Penggunaan kata “Menurut” dan “Mengatakan”.
Contoh yang salah:
Menurut Gubernur Bali, Dewa Made Beratha, mengatakan bahwa tragedi Bom Bali I, 12 Oktober 2002 …
Yang benar adalah gunakan salah satu, kalau mau pakai “Menurut” maka tak perlu lagi “Mengatakan”. Atau sebaliknya
Contoh perbaikan:
Menurut Gubernur Bali, Dewa Made Beratha, tragedy Bom Bali I, 12 Oktober 2002…
Gubernur Bali, Dewa Made Beratha, mengatakan, tragedy Bom Bali I, 12 Oktober 2002…
Menggunakan kata menurut dan mengatakan bersamaan adalah mubazir, tidak berpedoman pada prinsip ekonomi kata.

2. Penggunaan kalimat “di antaranya”. Kalimat ini dipakai untuk menyebut beberapa sekadar mewakili jumlah atau satuan tertentu.

Contoh yang salah:
10 orang yang mengikuti test wartawan, hanya ada lima orang yang dinyatakan lulus ujian calon wartawan, diantaranya Putu, Made, Nyoman, Ketut, dan Agus.

Komentar:
1. Penulisan angka (10) di awal kalimat harus didahului dengan kata sebanyak, sedikitnya, tak kurang atau dari.
2. Penulisan kata diantaranya juga salah, di dan antaranya harus terpisah.
3. Kalau sudah menggunakan kata di antaranya, dimaksudkan untuk menyebut beberapa, jangan ditulis semuanya karena menjadi mubazir.

Contoh perbaikan:
Dari 10 orang yang mengikuti test wartawan, hanya ada lima orang yang lulus ujian calon wartawan, di antaranya Putu dan Made.
Atau
Sebanyak 10 orang… dan seterusnya
Jadi, penggunaan kata di antaranya hanya menyebut dua atau tiga orang untuk mewakili lima orang yang lulus tadi.

3. Menulis angka atau nama bilangan
Menurut aturan tata bahasa Indonesia, angka di bawah 10 harus ditulis dengan huruf: satu, dua, tiga,… sembilan. Sedangkan angka 10 ke atas ditulis dengan lambang bilangan: 10, 20, 10.000

Contoh dalam judul berita :
Enam Orang Teroris Ditembak Mati
Gempa Guncang Flores, 1.000 Orang Tewas
15 Orang TKI Tewas di Malaysia

Contoh dalam tubuh berita:
Kecelakaan maut itu menewaskan tiga orang penumpang mobil dan melukai dua orang pejalan kaki.

Majelis hakim memvonisnya dengan pidana penjara selama enam tahun dipotong masa tahanan.

Sedikitnya 700 orang dinyatakan tewas, 50 orang masih hilang dan seorang bayi ditemukan dalam keadaan selamat akibat bencana banjir dan tanah longsor di Ruteng, Kabupaten Manggarai, NTT.

4. Menerangkan yang tak perlu
Kebiasaan wartawan yang salah berikutnya adalah maksudnya menerangkan sesuatu, tetapi sebenarnya tak perlu, karena menjadi mubazir. Tidak berprinsip ekonomi kata.

Contoh yang salah
Bupati Badung, Anak Agung Gde Agung, S.H., mengatakan persoalan flu burung (avian inflienza-Red) sebenarnya sudah mendapat perhatian kami (Pemkab Badung-Red).

Komentar
Penggunaan akronim “Red” pada contoh di atas tidaklah tepat karena mubazir. Jadi, cukup (avian influenza) dan (Pemkab Badung).

Yang Benar
Bupati Badung, Anak Agung Gde Agung, S.H., mengatakan persoalan flu burung (avian influenza) sebenarnya sudah mendapat perhatian Pemkab Badung.

Akronim “Red” biasanya digunakan oleh wartawan/redaktur untuk memperjelas keterangan atau informasi yang dikutip langsung dari narasumber yang kemudian menjadi kutipan langsung dalam kalimat berita.

Contoh;
Bupati Kabupaten Adonara, Pulau Adonara, NTT, Rahman Sabon Nama, S.E., mengatakan, dalam waktu dekat pihaknya akan segera menandatangani perjanjian kerja sama dengan Gubernur Negara Bagian Sabah, Malaysia, Datuk Husein Mahmud, tentang Legalisasi Pintu Masuk Tarakan Bagi Warga Adonara (LPMT-BWA). “Kasihan kan saudara kita, bekerja di sana (Sabah-Red) tetapi selama ini dianggap pendatang haram (sebuatan Malaysia bagi orang asing yang tidak memiliki paspor atau ada paspor tetapi visanya tidak sesuai tujuan kedatangan-Red),” katanya.

5. Penulisan nama gelar, pangkat, jabatan, tanda kehormatan; dan tanggal kejadian secara benar.

Meski sepele, ternyata banyak juga wartawan belum bisa menempatkan penulisan nama gelar, pangkat, jabatan, tanda kehormatan, tanggal, bulan dan tahun kejadian secara benar dalam kalimat.

Contoh yang salah:
Bupati Jembrana, Prof DR Drg I Gede Winasa, mengatakan dalam waktu dekat kabupaten di ujung barat Pulau Bali ini akan memiliki pelabuhan mewah untuk kapal pesiar (cruise). Hal itu dikatakan Prof DR Drg I Gede Winasa kepada wartawan usai menerima staf PT Timur Raya yang mempersentasikan proposal pembangunan pelabuhan cruise di kantor bupati Jembrana, Rabu (12/10/2007).

Contoh yang benar:
Bupati Buleleng, Prof. Dr. Drg. I Gede Winasa, mengatakan dalam waktu dekat kabupaten di ujung barat Pulau Bali ini akan memiliki pelabuhan mewah untuk kapal pesiar (cruise). Hal itu dikatakan Gede Winasa kepada wartawan usai menerima staf PT Timur Raya yang mempersentasikan proposal pembangunan pelabuhan cruise di kantor bupati Buleleng, Rabu (12/10).

Komentar:
1. Singakatan nama gelar diakhiri dengan tanda titik
2. Singkatan gelar doctor ditulis Dr. bukan DR.
3. Gelar di belakang nama orang didahulu dengan tanda koma
Contoh:
Putu Bagiada, M.M. bukan Putu Bagiada MM
Sabon Nama, S.E. bukan Sabon Nama SE
Prof. Dr. dr. I Wayan Wita, Sp.JP bukan Pro Prof DR Dr I Wayan Wita SpJP
Perhatian
Untuk membedakan gelar doctor dan dokter pada nama orang seperti gelar Wayan Wita ditulis seperti di atas (Prof. Dr. dr. I Wayan Wita, Sp.JP.)
6. Penulisan Akronomi atau singkatan
Contoh yang salah:
UNUD, DEPKES, KODAM, POLDA, POLSEK POLTABES, POLRES, dll

Yang benar:
Unud, Depkes, Kodam, Polda, Polsek, Poltabes, Polres

Komentar:
1. Akronim yang merupakan gabungan huruf awal beberapa kata harus ditulis dengan huruf besar. Contoh: KONI (Komite Olahraga Nasional Indonesia), PON (Pekan Olahraga Nasional), IDI (Ikatan Dokter Indonesia).
2. Akronomi yang merupakan gabungan huruf beberapa kata ditulis dengan huruf kecil. Contoh: Unud (Universitas Udayana), Depkes (Departemen Kesehatan), Kodam (Komando Daerah Militer), Polda (Kepolisian Daerah), Poltabes (Kepolisian Kota Besar), Polres (Kepolisian Resort), Polsek (Kepolisian Sektor)
Catatan:
Menurut aturan tata bahasa Indonesia, kata yang diambil dari akronim beberapa kata tidak boleh melebihi jumlah huruf dalam kata Indonesia asli.
Karena itu, singakatan yang tepat untuk menyebut satuan pada kepolisian atau militer adalah sebagai berikut:
Sat Lantas, Kasat Lantas bukan Kasatlantas; Sat Reskrim, Kasat Reskrim bukan Kasatreskrim, Sat Intelkam, Kasat Intelkam bukan Kasatintelkam; Dit Reskrim, Kadit Reskresim, Menko Polhukkam, Kapolda, Waka Polda, Kapoltabes, Waka Poltabes, Kapolres, Waka Polres, Kapendam IX/Udayana, Kapenrem 163/Wirastya, Kasi Intel Kodam IX/Udayana.

Kecuali:
Kata atau isltilah atau akronim yang sudah menjadi produk hukum atau dokumen sejarah, maka harus tetap ditulis apa adanya.

7. Tidak tepat menggunakan huruf capital

Contoh yang salah:
Di hadapan Polisi, tersangka mengaku …
Rabu siang kemarin, aksi massa calon kades yang kalah mengepung Kantor Bupati Badung…
Menurut Gubernur, masalah itu gampang diatasi.
Pada kesempatan itu, Gubernur Bali mengatakan ….
Pada kesempatan itu, gubernur Bali, Dewa Made Beratha, mengatakan …

Yang benar adalah:
Di hadapan polisi, tersangka mengaku…
Rabu siang kemarin, aksi massa calon kades yang kalah mengepung kantor bupati Badung.
Menurut gubernur, masalah itu gampang diatasi.
Pada kesempatan itu, gubernur Bali mengatakan …
Pada kesempatan itu, Gubernur Bali, Dewa Made Beratha, mengatakan …

8.Tidak tepat menulis julukan seseorang atau nama negara, kabupaten, kota atau wilayah tertentu.

Untuk menulis julukan atau sebutan demikian dalam kalimat berita, huruf awalnya dimulai dengan hurif besar, atau kalau menggunakan huruf kecil semua harus ditulis dengan tanda petik atau huruf miring, untuk membedakan istilah tersebut dalam arti sesunguhnya. Kalau letaknya di awal aliena, mengikuti kaidah bahasa Indonesia yang berlaku.

Contoh yang benar:
Sembilan orang warga Negeri Kanguru ditangkap di Bali.
Sembilan orang warga negeri kanguru itu ditangkap karena membawa heroin.
Akihiro Kyoko, asal negeri matahari terbit itu ternyata seorang PSK.
Ibukota Kabupaten Gianyar adalah Gianyar yang dujuluki Kota Seni dan Budaya.
Pemkot Batu yang dijuluki Kota Apel berkunjung ke Lumbung Beras-nya Bali, Tabanan.
Benazir Bhutto, pewaris dinasty Bhuto itu akhirnya selamat dari ledakan bom mobil.
Wanita besi itu akhirnya mengundurkan diri sebagai PM Inggris.
9. Bingung menempatkan kata di sebagai kata depan dan sebagai kata kerja.
Perlu diingat (lihat EYD), kata depan di, ke, dari, harus ditulis dengan huruh kecil dan terpisah dari kata yang mengikutinya, kecuali ditempatkan pada awal kalimat.
Sedangkan kata di yang merupakan kata kerja harus ditulis dengan kata yang merangkainya.

Conto yang benar:
Kata Depan
Tabrakan maut itu terjadi di Jalan Raya Kuta No. 12 Kuta.
“Yah…, begitulah,” kata Lanang Rudiartha, saat ditemui di ruang kerjanya.
“Saya siap diturunkan jika gagal mengentaskan kemiskinan di tahun pertama kepemimpinan saya,” tegas Winasa di hadapan wartawan di Denpasar.
Di Bali, Maradona Tewas di samping istrinya.
Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma.
Ke Jakarta, DPRD Badung Boyong Istri.
Tolong bawakan buku itu ke rumah Ayu.
Di sini saya terpeleset, ke sana saya takut, ke situ saya tak mau.
Biar aman, ke depan harus dilengkapi metal tetecetor di pintu masuk hotel.


Kata Kerja
Gadis itu mengaku diperkosa.
Tiga pring RW telah habis dimakannya.
Dia mengaku dipukul, ditentang, dan dicacimaki.

Masih bingung juga? Ada cara gampang untuk menulis kata di yang digabung atau di yang terpisah. Ganti kata kata di atau ke dengan dari, lalu tulis terpisah atau digabung dengan kata yang mengikutinya, anda akan tahu perbedaannya.
Contoh:
1. Demikian laporan wartawan kami di Denpasar.
Coba ganti di Denpasar dengan dari Denpasar.
1.a.Demikian laporan wartawan kami dari Denpasar

2. Saya tak mau datang, takut dimakan.
Coba ganti dimakan dengan dari makan.
2.a. Saya tak mau datang, takut dari makan.

3. Maling itu diuber sampai ke rumahnya.
Coba ganti ke rumahnya dengan dari rumahnya.
3.a. Maling itu diuber sampai dari rumahnya.

4. Pantau Koran dilapangan, dilokasi itu terdapat...
Coba ganti kata dilapangan dan dilokasi dengan kata darilapangan dan darilokasi.

Saya yakin anda bisa membedakannya!


E. Features
Adalah tulisan ringan dengan bahasa yang yang enak dibaca tetapi tetap berdasarkan fakta, atas suatu peristiwa yang menjadi sorotan publik karena mengandung human interst tinggi, atau ulasan terhadap suatu daerah, tokoh, lembaga yang perlu diketahui masyarakat.

Contoh:
Enam Tahun Perjuangan Elysabeth Mendapat Hak Asuh Anak >> kecil
Pasrahkan Keberuntungan Pada Hati Nurani Hakim
Tak ada istilah patah semangat. Itulah seuntai kalimat yang tepat menggambarkan perjuangan Elysabeth CH mendapatkan hak asuh atas anak semata wayang, Ramanda Prabu Swara (12), buah perkawinannya dengan Agus Dwi Atmaja. Khawatir dikalahkan hakim seperti enam tahun lalu, Komnas Anak pun didatangkan bahkan kini dia terpaksa gonta ganti pengacara. Meski begitu, dia berharap pada hati nurani hakim agar keputusannya nanti benar memenuhi rasa keadilan. Berikut kisahanya, seperti dituturkan di Loby Kejaksaan Negeri Denpasar, Senin (24/9), kepada Wartawan Fajar Bali, Rahman Sabon Nama.

Bayangkan, vonis majelis hakim PN Denpasar enam tahun lalu yang dipimpin Sudarjatno, S.H., dengan anggota Istiningsih, S.H., dan RR. Suryowati, S.H. mengabulkan gugatan cerainya terhadap suaminya Agus Dwi Atmaja, ternyata menjadi titik awal terpisahnya Elysabeth dengan Rama-panggilan akrab Ramanda-yang saat itu masih berusia di bawa lima tahun yang seharusnya berada dalam asuhannya.
Dalam putusan tertanggal 1 Oktober 2006 atas perkara No. 171/Pdt.G/2001/PN.Dps, selain mengabulkan gugatan cerai Elys, soal anak ternyata majelis justru memberikan hak asuh atas anak kepada suaminya karena majelis ‘terbius’ keterangan saksi yang disodorkan Agus Dwi Atmaja maupun Agus sendiri yang selalu menilai negatif prilaku Elys sehingga tak pantas mengasuh anak. Sementara fakta-fakta yang disampaikan Elys dalam persidangan tak diakomodir hakim.
Elys yang saat itu didampingi tiga pengacara dari LBH Bali akhirnya kalah, apalagi salah seorang pengacara ini menginformasikan ada dugaan suap mewarnai sidang kasusnya. Sialnya, entah disengaja atau nyangkut di mana, salinan putusan itu baru diterima Elys setahun kemudian. Akibatnya, hak untuk mengajukan banding tak bisa dilakukannya karena sudah lewat waktu (kadaluarsa). Akibat selanjutnya, kesempatan Elys sebagai ibu kandungnya untuk bertemu Rama ibarat pungguk merindukan bulan. “Susahnya minta ampun, selalu dihalang-halangi ayah atau kakeknya,” terang wanita blasteran Solo-Bandung dan Belanda ini.
Sejak saat itulah Elys berjuang terus dan tak kenal lelah agar bisa bertemu anaknya, baik melalui bantuan guru-tempat Rama sekolah-bahkan hingga meminta bantuan Polda Bali. Tak hanya itu, 8 Juni 2007 Komnas Anak pun didatangkan untuk berbicara dengan Rama yang saat itu masih kelas VI SDK Soverdi, Tuban, Kuta. Sayang, Seto Mulyadi-Ketua Komnas Anak-tak bisa bertemu Rama karena saat itu dijaga ketat kakeknya, I Ketut Sumajaya.
Tak nayaman dengan situasi demikian, Elys menyurati Ketua Pengadilan Negeri Denpasar, I Putu Widnya, S.H., mengadukan permasalahannya. Dari sinilah dia mendapat gambaran agar mengajukan permohonan gugatan perwalian atas anaknya.
Namun, ketika sidang ini sudah berjalan, tiga pengacara yang mendampinginya, entah mengapa, sepertinya tak serius mengikuti sidang. “Yang satu sakit, satu lagi pindah ke Medan mengikuti suami, dan satunya lagi HP-nya sulit aktif. Dari dulu kok saya bermasalah terus dengan pengacara, kenapa ya,” gerutu Elys.
Selain persoalan pengacara tadi, Elys kini tak tenang dengan perubahan tingkah laku anaknya (Rama), seperti tampak pada sidang Pemeriksaan Setempat (PS) yang digelar majelis hakim Wayan Gede Wirya dan Ni Wayan Sudani di Sekolah Taman Rama, Jimbaran, 18 September 2007 lalu. Rama kini duduk kelas VII sekolah internasional itu. Ketika itu, menjawab Wirya dan Sudani untuk memilih siapa, ayah atau ibu, Rama justru menjawab memilih ayah. Dia mengaku tak punya perasaan apa-apa berpisah dengan ibunya, karena sudah lama tinggal dengan ayah.
Namun menurut Elys, perubahan sikap anaknya itu karena sudah direcoki oleh ayah atau keluarganya dengan kata yang serba negatif tentang dirinya. Yang pasti, tegas Elys, anak sekecil itu tak mungkin dipaksakan untuk mengambil keputusan. Jawaban Rama bukan cermin kedewasaan anak. “Inilah yang harus dipertimbangkan hakim,” pintanya.
Benarkah Rama tak sayang pada ibunya? Elys menyodorkan selembar catatan hasil wawancara Kepala SDK Soverdi, Elfrida A. Murniati, dengan Rama tanggal 21 April 2007 yang dilakukan sesaat setelah Rama menolak bertemu ibunya.
Salah satu pertanyaannya begini: Kenapa Rama bilang sama Pak Subur (perantara pertemuan-Red), kalau ibu mau bertemu, tunggu di rumah saja. Siapa yang ajarin? Rama menjawab, kakek (Ketut Sumajaya-Red). Pertanyaan lainnya begini: Hati kecil Rama kepingin sama siapa, kakek, nenek, papa atau mama? Rama menjawab, sama mama.
Sesudahnya, 9 November 2006, Rama juga pernah menyurati ibunya menyampaikan rasa kangen sekaligus meminta dibelikan sebuah laptop. “Biar bekas gak apa-apa, yang penting bisa belajar computer dan belajar bahasa Inggris,” pinta Rama. Itu artinya, mesti diplintir, anak kecil ini pasti lebih memilih mama dari papa.
Nah, ketika sidang hak perwalian ini memasuki tahap akhir alias keputusan majelis yang direncanakan awal Oktober 2007 mendatang, Elys memecat ketiga pengacaranya tadi. Ibarat pertandingan sepak boleh, manakala pertandingan sudah memasuki in jury time, justru Elys memecat ‘pelatihnya’ dan memasukan ‘pelatih’ baru Victor Yaved Neno, S.H. untuk memperjuangan nasibnya pada detik-detik terakhir. Dengan kata lain, perjuangan sudah total, tinggal menunggu keputusan hakim. “Saya yakin hati nurani hakim akan jujur menjatuhkan keputusannya berdasarkan fakta yang saya ajukan,” harap janda cantik ini.**

*) Pernah dimuat dalam Harian Fajar Bali Edisi 1591 tanggal 25 September 2007


TERIMA KASIH




Tidak ada komentar: